Home Sweet Home

Waktu jaman sekolah dulu, saya diajarkan kalau “rumah” dalam bahasa Inggris itu ada 2 macam, yaitu House dan Home yang punya pengertian berbeda. Kalau house itu lebih mengacu ke properti, nama benda tempat orang tinggal. Sedangkan home adalah sebuah tempat dimana seseorang itu pulang, tempat yang memiliki kehangatan keluarga, tempat berlabuh dari perjalanan seseorang.

Ternyata banyak orang yang punya rumah bagus, tapi mereka malas pulang ke rumah. Saya bersyukur kalau beberapa tahun yang lalu suami saya memutuskan untuk mengalihkan kantor cabangnya dari Jakarta, bergabung dengan kantor pusat di Bandung. Katanya, anak-anak sudah mulai besar, jadi ingin lebih sering bareng sama anak-anak, karena gak lama lagi mungkin mereka akan sibuk kuliah atau mungkin musti berpisah kalau mereka kuliah ke luar kota / luar negeri. Saya bersyukur karena suami saya adalah orang selalu rindu pulang ke rumah, ingin ketemu istri dan anak. Kebayang sedihnya kalau ada suami yang malas pulang ke rumah, atau lebih gawat lagi kalau ada istri yang malas pulang ke rumahnya.
Bagi orang tua, paling sedih kalau anak-anaknya malas pulang ke rumah. Mungkin karena suasana di rumah yang gak nyaman, yang bikin stres ketimbang bikin relax. Biasanya bukan gara-gara rumahnya jelek atau kurang fasilitas, tapi karena pusing lihat ortu bertengkar, pusing setiap saat diomelin, kesal sama saudara sendiri yang ngajak berantem melulu.

Beberapa waktu yang lalu, saya bersama teman-teman berkesempatan mengunjungi sebuah keluarga teman yang tertimpa musibah. Atap rumahnya yang dari seng terbang tertiup angin waktu hujan badai menyerang Bandung. Rumahnya sangat sederhana, atapnya dari seng yg ditutup triplek. Ada ruang makan sekaligus ruang tamu dan ruang keluarga. Dan keliatannya ada kamar tidur yang diisi oleh 6 anggota keluarga. Saya langsung menyesal, kenapa saya gak bawa anak-anak saya ke sana, supaya mereka melihat dan menyadari betapa bersyukurnya mereka punya kamar sendiri-sendiri yang luas. Itupun masih acak-acakan, penuh barang gak terpakai, plastik bekas belanjaan, dus-dus bekas barang, dll. Yang membuat saya amazing adalah ketika si ibu berkata “Ya, beginilah keadaan rumah kami, inilah istana kami. Kalau kami harus pergi ke luar kota, selalu kangen pulang ke rumah, terutama ingat kasur di kamar”.

Dalam membangun sebuah rumah yang penuh kehangatan cinta keluarga, ternyata dibutuhkan kerjasama dan usaha seluruh anggota keluarga. Idealnya sih seperti itu. Tapi sering kali yang terjadi adalah, masing-masing menuntut anggota lain yang bertanggung jawab. Lebih parahnya lagi, kalau saling menyalahkan anggota lain atas suasana rumah yang terlalu panas karena gejolak pertengkaran atau terlalu dingin karena saling gak peduli.

Nah, kalo anda adalah salah satu orang yang menyadari pentingnya membangun home sweet home di rumah anda, maka daripada menunggu dan menuntut anggota keluarga anda, lebih baik dimulai dari diri kita sendiri dulu. Memang, pasti dibutuhkan usaha, pengorbanan, niat, kerja keras, serta doa untuk dapat melakukan hal ini. Tapi percayalah, ketika kita memulainya, Tuhan yang adalah sumber damai sejahtera pasti akan memberikan hikmat dan kekuatan kepada kita. Jangan cepat menyerah atau putus asa, kalau seandainya belum kelihatan hasilnya dalam waktu cepat, tapi cobalah lihat, satu persatu anggota keluarga anda yang lain, pasti akan ikut berubah ketika kita mulai berubah dan banyak mengalah. Mungkin caranya bukan dengan banyak ceramah atau nasihat, tapi langsung praktek lewat perbuatan kita.

Tentu saja, bukannya saya sudah berhasil, saya juga masih terus memperjuangkan hal ini buat keluarga saya, sambil terus berdoa, bahwa rumah kami betul-betul menjadi rumah yang nyaman, penuh damai dan  kehangatan. Sehingga kalo suatu saat nanti anak-anak kami harus pergi meninggalkan rumah, maka mereka akan selalu rindu untuk kembali atau berkunjung ke rumah kami, dan berkata  “There is no place better than home”

Share this post

Share on facebook
Share on twitter
Share on pinterest

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Pasangan beda agama

(Q) : Apa pandangan auntie tentang pasangan beda agama? (A) : Kalau orang married itu pasti akan menghadapi banyak masalah, tapi semua harus bisa diatasi

Read More »